Alif Lam Jalalah adalah hukum
tajwid yang berlaku untuk membaca lafal Allah ( الله ) . Sering juga disebut Lam Jalalah atau
Al-Jalalah. Ciri-ciri Alif Lam Jalalah, pada
mushaf standar Indonesia, ditandai dengan Alif
Kecil di atas tanda Tasydid pada
huruf Lam, simbol yang sama seperti hukum Mad Thobi’i.
Dan kadar panjang bacaannya adalah 2 harakat. Namun apabila berhenti (waqaf)
boleh dibaca 2, 4 atau 6 harakat.
Pada mushaf Timur Tengah, umumnya di atas Tasydid diharakati Fathah biasa/miring atau tanpa Alif Kecil. Sementara huruf Alif-nya terdapat simbol Sakna (penggalan kepala huruf Shad), sebagai penanda bahwa Alif tersebut adalah Hamzah Washal (akan dibahas di bagian bawah).
Cara membaca Alif Lam Jalalah terdiri dari dua macam, yaitu:
1.
Tafkhim
(dibaca tebal): apabila huruf sebelumnya berharakat Fathah atau Dhammah
2.
Tarqiq
(dibaca tipis): apabila huruf sebelumnya berharakat Kasrah
Huruf O, pada tulisan latin untuk kata ‘Alloh’ di atas adalah
untuk menunjukkan suara bacaan.
Mengikuti Hukum Tajwid, harusnya ditulis dengan menggunakan huruf
A, bukan O, yaitu Allah
Contoh Alif Lam Jalalah dibaca Tarqiq (Tipis):
*******
Selain
lafal Allah, kata Allahumma ( اللَّهُمَّ )
juga termasuk bagian dari cara membaca Tafkhim, maka cara membacanya adalah “Alloohumma”.
Namun,
yang benar-benar harus diperhatikan adalah ketika bertemu dengan kata Al-Laata
( اللّٰتَ )
yang terdapat pada Surah An-Najm ayat 19.
Jadi, cara membaca Al-Laata cukup dengan dilafalkan sebagaimana
huruf Lam biasa, yaitu Al-Laata, bukan Allota.
Ciri-ciri yang perlu diingat adalah terdapat huruf Ta ( ت )
pada lafal Al-Laata .
*******
Hamzah Washal pada Hukum Alif Lam Jalalah
Di atas sempat disinggung, bahwa huruf Alif pada hukum Alif Lam Jalalah sebenarnya adalah Hamzah Washal. Pada mushaf Timur Tengah terdapat tanda Sakna (penggalan kepala dari huruf Shad) di atas huruf Alif.- Apabila berada di PERMULAAN AYAT atau IBTIDA’ (memulai bacaan setelah waqaf), Hamzah Washal pada Alif Lam Jalalah selalu dibaca atau berharakat FATHAH, sekalipun di atas huruf Alif tidak terdapat harakat Fathah. Jadi, tetap dibaca ALLOH, dan keliru apabila dibaca Illoh atau Ulloh.
- Apabila Hamzah Washal disambung dengan kata atau ayat sebelumnya, maka Hamzah Washal tidak dibaca. Atau huruf sebelumnya langsung masuk ke huruf Lam Jalalah.
CONTOH:
Pada Surah Ash-Shaaffat ayat 126 di bawah, Hamzah Washal-nya
tidak terdapat harakat Fathah, namun tetap dibaca Allah.
Dan apabila diwashal dengan ayat sebelumnya, maka Hamzah
Washal-nya tidak dibaca.
- Membaca Hamzah Washal yang terakhir pada Hukum ALif Lam Jalalah adalah apabila bertemu dengan Tanwin.
- Tanwin dibaca sebagaimana huruf berharakat biasa (jika fathatain menjadi harakat fathah, kasrahtain menjadi kasrah, dan dhammatain menjadi dhammah),
- Sedangkan Hamzah Washal-nya, diganti menjadi suara huruf Nun berharakat Kasrah, atau dibaca “NI”. Sehingga akan dibaca Tarqiq menjadi “NILLAH“.
- Pada mushaf standar Indonesia, umumnya ditandai dengan huruf Nun Kecil yang terletak dibawah Hamzah Washal atau disebut dengan Nun Wiqayah.
PERHATIKAN CONTOH SURAH AL- A’RAF AYAT 164 DIBAWAH INI !
*****
Sekali lagi, munculnya penandaan Nun Wiqayah ini karena terjadinya
pertemuan Tanwin dengan Hamzah Washal.
Mengenai
istilah Nun Wiqayah ini sebelumnya telah dijelaskan pula pada Hukum Alif Lam Qamariah dan Alif Lam Syamsiah. Pada Mushaf Timur Tengah, istilah Nun Wiqayah tidak dikenal.
Tujuan
penambahan Nun Wiqayah ini kemungkinan besar adalah untuk memudahkan dan
menghindari kekeliruan bagi pembaca Al-Quran yang awam yang tidak begitu dalam
mempelajari Ilmu Tajwid, bagaimana cara membaca Hamzah Washal
yang benar.
Namun, perlu digarisbawahi, yang
terpenting bukan ada atau tidaknya Nun Wiqayah di dalam Mushaf.
Akan tetapi, cara membaca dan bagaimana memahami hukum-hukum Tajwid-nya. Perlu
juga diingat, tidak semua mushaf memberikan tanda Nun Wiqayah.
Adalah sebuah kekeliruan, apabila dibaca dalam satu nafas
(sambung/washal) dibaca:
” Qul huwalloohu ahadun Alloohush shaamad “
Perhatikan, bahwa Ahadun (Tanwin) bertemu dengan Hamzah Washal (Alif Lam Jalalah).
Maka, sekalipun tidak ada Nun Wiqayah di bawah Hamzah Washal,
hukum bacaan tetap berlaku.
” Qul huwalloohu ahadunillaahush shaamad “
*****
Sebagaimana telah dijelaskan pada hukum-hukum sebelumnya,
sebaiknya hindari mewashalkan ayat yang satu ke ayat berikutnya,
kecuali sudah benar-benar paham dengan hukum-hukum Tajwid dan
cara-cara Mewashalkan Ayat. Berhenti satu ayat-satu ayat, sebenarnya telah
sempurna maknanya.
Apabila dalam proses menghapal Al-Quran, ada baiknya hapalan disimak oleh guru
yang benar-benar ahli
atau banyak-banyak mendengar dan memperhatikan murottal qori-qori
internasional untuk mengoreksi bacaan sendiri, seperti murottal Sheikh Abdul
Rahman Al-Sudais, AL-Husari, Saud Al-Shoraim, Hani Al-Rafaei, Mishari Al-Efasi,
dan lain-lain.
Wallahua'lam, semoga bermanfaat, mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan pada Allah saya mohon ampun. Jika ada yang hendak disampaikan silahkan teman-teman berkomentar di kolom komentar.
6 komentar
Assalamu'alaikum. Terima kasih, bisa memberikan penjelasan sebagian kaidah kaidah pembacaan. Yang banyak saya temui orang membaca tulisan 'Allah' dengan ucapan Awloh atau bahkan Awoh. Barangkali bila ada kesempatan bisa ditambahkan pada tulisan diatas bagaimana pengucapan yang benar sekaligus caranya mengucapkan (posisi lidah, bibir dll).
Wassalam.
Wa'alaikumsalam. Terima Kasih atas sarannya. InsyaAllah kami akan segera mengupdate materi dalam blog ini.
Ada pendapat ulama bahwa ketika tanwin ketemu Lafadz Alloh dibaca min kasroh ini khusus di surat al Ikhlas. Mohon pencerahan.
Contoh.
قل هو الله أحد
الله الصمد
Dibaca. Ahadumillahus ahmad.
Ada pendapat ulama bahwa ketika tanwin ketemu Lafadz Alloh dibaca min kasroh ini khusus di surat al Ikhlas. Mohon pencerahan.
Contoh.
قل هو الله أحد
الله الصمد
Dibaca. Ahadumillahus ahmad.
Saudaraku,, bukankah itu nun washal ?!
Kebiasaan kami namakan nun washal,,
Bukan nun wikayah wiqayah
Syukran
Waalaikumussalam warahmatullahi wa barakaatuh
Warning!! SPAM has been detected!
EmoticonEmoticon